Kamis, 02 Januari 2014

Cerdas berarti bermasalah

Preface


Kecerdasan biasa diartikan sebagai daya serap dan daya analisis. Orang yang cerdas mampu menyerap segala sesuatu yang disekitarnya dengan mudah dan dapat menyimpulkan melalui daya analisisnya yang kuat. Kalo di sekolah dia tak perlu banyak belajar untuk menjadi juara kelas. Nilai ulangannya baik, walaupun belajarnya cuma pada malam sebelum ulangan. Namun dia belum tentu menjadi juara kelas, belum tentu di-cap sebagai orang pintar, karena kepintaran merupakan kombinasi dari kecerdasan dan usaha. Lets say orang cerdas punya ember yang gede dan bocornya kecil, orang biasa punya ember yang kecil dan bocor yang gede. Jika ember yang gede itu cuma diisi sedikit ya isinya sedikit, Jika ember yang kecil diisi terus menerus, maka meski punya bocor gede tapi ember kecil itu akan terus punya isi yang seringkali isinya melebihi ember gede tadi. Kecerdasan diibaratkan ember yang bocor, usaha diibaratkan pengisian air ke ember itu, kepintaran diibaratkan sebagai isi dari ember itu. 

Kecerdasan dapat pula diibaratkan seperti spon. Spon yang mampu menyerap benda cair di sekitarnya. Daya serap spon tersebut berbeda-beda seperti halnya kecerdasan yang berbeda-beda pada tiap manusia. Sayangnya seringkali orang cerdas tidak punya filter yang baik untuk menyaring air yang buruk atau air yang baik. Perkataan orang di sekitarnya akan dia serap dan disimpan dengan baik.


Problem 1


Salah satu contoh kerugian dari daya serap yang tinggi adalah sedikit saja orang tidak senang atau marah padanya maka akan dia simpan dalam hati. Lama-lama perasaan ini akan bertumpuk dan membuatnya fobia akan orang lain. Mungkin banyak orang tak akan memahami ini karena kebanyakan orang tidak mudah menyimpan perkataan orang. Namun bagi orang yang punya daya serap tinggi, perkataan orang bisa puluhan kali lebih tajam baginya, puluhan kali lebih menyakitkan, kritikan bisa puluhan kali lebih pedas dia rasakan.

Jika kebetulan yang sering menghardiknya adalah orang yang lebih tua darinya (dan biasanya begitu), maka dia punya kecenderungan enggan berkomunikasi dengan orang yang lebih tua darinya. Dia cuma suka bergaul atau berkomunikasi dengan teman sebayanya atau yang lebih muda darinya, karena mereka tak pernah mengkritik ataupun menghinanya.

Sebenarnya ini adalah instinct ofsurvival, kita tak mau mendekat ke sesuatu yang membahayakan kita.Insting inilah yang membuat umat manusia bertahan hidup selama ratusan ribu tahun.

Problem 2


Masalah yang sering muncul pada orang cerdas adalah seringkali dia pemalas dan suka menunda-nunda pekerjaan.. Bagaimana bisa? Sederhana saja, banyak hal yang dia kerjakan dengan mudah, tanpa banyak berusaha, sehingga seringkali menganggap semua hal itu mudah. Karena mudahnya menyelesaikan pekerjaannya itulah dia suka menunda-nunda sampai akhir tenggat waktu, sebentar aja rampung.

Sebenarnya ini terjadi karena lingkungannya (terutama keluarga/orang tua) tidak menuntutnya untuk menjadi lebih baik dari teman sebayanya. Di sekolah dia selalu ranking 1 padahal dia tak pernah belajar. Mengerjakan PR selalu ditunda sampai mendekati pelajaran berlangsung. Bahkan seringkali mengerjakan PR di sekolah sebelum masuk pelajaran (pas istirahat ataupun pas pelajaran lain) dan anehnya itu bisa dan biasa dilakukan. Orang tua yang cuma melihat hasil akhirnya (yang ranking 1 itu) tentu sudah merasa puas dengan hasil itu. Padahal kenyataaanya dia tidak belajar, dia tidak berusaha seperti siswa pada umumnya. Tuntutan dari ortu yang cuma segitu aja tentu akan membuat dia menjadi pemalas, karena dengan tanpa berusaha-pun dia sudah bisa memenuhi keinginan ortu.

Bahkan si Peter Parker dikenal oleh dr. Octavius sebagai orang yang “Brilliant but lazy” (Spiderman 2). Sepertinya stereotip orang cerdas adalah pemalas.

Problem 3


Satu lagi adalah biasanya cowok cerdas kurang sukses dengan masalah cewek (Sori sedikit gender, ini cuma biar mudah njelasinnya). Cowok cerdas jarang sekali mengatakan hal yang salah, kesimpulannya akan sesuatu hal seringkali tepat. Bayangkan saja, dari kecil dia jarang sekali salah menyimpulkan karena daya logikanya sangat baik. Namun jika logika ini diterapkan pada cewek akan jadi kacau balau. Karena masalah cewek tidak bisa dilogika dengan logika biasa. Misalnya gini, setiap hari kita beri cewek itu hadiah, logikanya yang biasa maka dia akan jadi suka dengan kita. Namun kenyataannya salah. Tidak semua cewek begitu. Logika itu mungkin benar cuma untuk cewek biasa yang belum pernah diberi hadiah. Bagaimana jika cewek itu tiap hari diberi hadiah oleh puluhan cowok, dirayu oleh tiap cowok yang berpapasan dengannya. hadiah itu cuma akan jadi one of a million, bukan one in a million.

Sayangnya karena cowok cerdas itu terbiasa berkesimpulan dengan tepat, terbiasa tak pernah salah, menghadapi hal semacam ini bisa menjadikannya patah arang dan menjadi rendah diri. Kesimpulan yang sering terlontar adalah aku kurang ganteng, kurang macho, dll. Akhirnya dia gak bisa mendapatkan gadis impiannya dan dia menenggelamkan dirinya dalam pekerjaannya untuk menghilangkan rasa itu.

1 komentar:

  1. Thanks gan infonya bermanfaat buat ane. Keep on good writing anyway ^^

    BalasHapus