Rabu, 01 Januari 2014

makna mencintai

Jika cinta pada semua jenisnya adalah kesadaran, perasaan dan tindakan, maka cinta pada akhirnya adalah kemampuan yang terintegrasi dalam seluruh aspek kepribadian kita. Kemampuan seseorang untuk mencintai adalah gambaran paling utuh dari seluruh kapasitas kepribadiannya. Hanya orang-orang dengan kepribadian kuat dan kapasitas besar yang mampu mencintai. Orang-orang yang lemah, yang setiap saat bisa kita saksikan di sekitar kita, tidak akan pernah mencintai. Bahkan untuk mencintai diri mereka sekalipun. Takdir mereka adalah menantikan cinta dan kasih sayang orang-orang kuat.

Orang-orang kuat mencintai dengan segenap kesadarannya. Maka mereka terus menerus memproduksi kebaikan demi kebaikan. Sementara orang-orang lemah bahkan tidak memiliki kesadaran untuk mencintai. Maka mereka terus-menerus mengkonsumsi kebaikan orang-orang kuat. Itu sebabnya orang-orang kuat dalam masyarakat selalu merupakan faktor kohesi yang merekatkan masyarakat. Mereka merekatkan masyarakat dengan cinta dan kebaikan mereka.


Makna inilah yang ditebarkan oleh Rasulullah saw begitu beliau tiba di Madinah dan memulai kerja membangun Negara baru itu: “Wahai sekalian manusia, tebarkan salam, berikan makan, bangun sholat malam saat orang-orang tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh damai.”

Ini merupakan penjelasan bagi keterangan selanjutnya. Bahwa untuk bisa mencintai, bahwa untuk menjadi pecinta sejati, kita harus mengembangkan kapasitas dan kepribadian kita untuk menjadi lebih baik secara berkesinambungan, pelajaran tentang bagaimana menjadi manusia yang produktif untuk bisa memberi, pelajaran tentang bagaimana menjadi orang kuat yang penyayang, pelajaran tentang bagaimana melimpah-ruahkan kebaikan abadi bagi penumbuhan kehidupan orang-orang di sekitar kita yang kadang berujung tanpa sedikitpun rasa terima kasih, atau bahkan penolakan.

Ini bukan pelajaran tentang teknik atau keterampilan mencintai seperti ketika belajar tentang teknik berkomunikasi dengan orang lain atau bagaimana merebut hati seseorang untuk suatu hubungan cinta asmara. Bukan, sama sekali bukan tentang itu.

Ini adalah pelajaran tentang bagaimana membangun kembali dasar-dasar kepribadian yang kokoh dan tangguh, yang memungkinkan kita mencintai secara sadar, bertanggungjawab dan bertindak produktif untuk membuktikan cinta itu dalam kenyatan. Dan dengan begitu, cinta bukan saja berefek pada perbaikan berkesinambungan terhadap hubungan-hubungan kemanusiaan kita, tapi juga terutama pada perbaikan kehidupan kita seluruhnya secara berkesinambungan.

Dan ini mungkin dan terbuka. Semua kita bisa mempelajarinya. Alasannya sangat sederhana. Rasulullah saw bersabda: “Ilmu diperoleh dengan belajar. Kesabaran diperoleh dengan belajar menjadi sabar. Kesantunan diperoleh dengan belajar menjadi santun.” Ini menjelasakan bahwa di samping karakter-karakter bawaan yang melekat dalam diri kita sebagai warisan genetic, semua karakter lain bisa kita peroleh dengan mempelajari dan mengimplementasikannya dalam kehidupan kita.

Begitu juga cinta. Semua kita bisa mencintai. Semua kita mungkin menjadi pecinta sejati. Asal kita mau belajar. Asal kita mau belajar bagaimana mencintai.

Sumber: Anis Matta, Lc Kolom Thumuhat, Tarbawi, Edisi 148 Th. 8, Muharram 1428H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar